Minggu, 14 April 2013

Merajut kenangan di Halmahera Timur



Hari pertama
Tepat pukul 01:10 siang WIT saya,kak Syarif,kak Rudi,Kak Dede,Kak Amir dan Kak Ono mendarat di Bandara Buli dengan menggunakan pesawat Wings Air, setelah sebelumnya kami transit di bandara Sultan Babullah Ternate pada pukul 8:30 pagi waktu setempat  untuk Transit dari perjalanan kami dari Makassar.
Setibanya di Bandara Buli, kami dijemput oleh Pak Theo dari PT.FENI HALTIM. Setelah itu, Kak Syarif mencari mobil sewa untuk mengantar kami  ke Hotel untuk menginap. Sepanjang perjalanan, rasa penasaran terus bergelayut didalam pikiran saya. Apakah cerita – cerita tentang Halmahera yang saya dapatkan dari internet itu benar bahwa Halmahera Timur itu indah, ternyata itu salah! Faktanya, Halmahera Timur sangat sangat sangat sangat indaaaah. Gugusan pulau di sekitar Halmahera Timur menyambut kedatangan kami dan membuat pemandangan menjadi sangat eksotik ditambah pantai dengan airnya yang jernih dan berwarna kebiruan serta hutan murni hasil estetika ilahi. Alami dan belum terjamah oleh tangan-tangan jahil manusia,meskipun disini banyak perusahaan tambang.
 
Hal ini tentunya membuat saya berdiri mamatung karena kagum dan bersyukur atas kesempatan untuk mengunjungi pulau indah nan kaya seperti Halmahera Timur ini. pulau yang memiliki 27 jenis burung khas, pulau yang kaya akan potensi alam dan budaya yang memukau. Bukan hanya itu, di Halmahera Timur juga terdapat sebuah suku yang sangat terkenal yaitu Suku Togutil atau biasa disebut Suku Tobelo dalam. Mereka tinggal dihutan dan hanya memakai celana dari kulit pohon persis seperti suku dayak. Mereka hidup tanpa tersentuh dunia luar, mereka menghabiskan waktunya dengan bercocok tanam sederhana didalam hutan. Tidak untuk dijual tentunya, melainkan hanya untuk mengisi perut sehari-hari bersama keluarganya.
Halmahera timur (HalTim) tidak hanya menyuguhkan pemandangan alam yang indah nan eksotis, keramahan masyarakat HalTim membuat kami merasa sangat dihargai dan aroma kekeluargaanpun sangat terasa disini. Saya melihat ke kanan kiri jalan yang masih asri dan tanpa polusi. Sepanjang perjalanan menuju hotel, kami ditemani oleh jejeran pohon kelapa yang berada pada sisi kiri jalan dan hutan di sisi kanan jalan. Indah, bukan?
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, akhirnya kami sampai di Buli Beach Hotel dan disambut oleh resepsionis yang sangat ramah. Buli Beach Hotel sangat sederhana, hanya 1 lantai namun fasilitas yang ditawarkan tak jauh berbeda dengan hotel pada umumnya, Springbed,lemari,meja,Televisi,AC tersedia disetiap kamar, namun bukan hanya itu saja, Buli Beach Hotel juga menyajikan panorama indah ketika kita berada pada teras belakangnya. Dermaga, perahu-perahu nelayan,pulau-pulau serta cipratan ombak yang menabrak tembok hotel menjadi nilai plus di hotel ini. Memang, hotel ini berada tepat di pinggir pantai, tak ayal banyak wisatawan domestic maupun mancanegara memilih hotel ini untuk menginap.
Setelah itu, kami beristirahat didalam kamar. Pukul 04:30 Sore kami memutuskan untuk pergi ke Dermaga yang tak jauh dari Hotel dengan berjalan kaki, banyak hal yang kami temui disana, mulai dari masyarakatnya yang berkulit eksotis, logat bicaranya yang terkadang membuat kami tak tahan menahan tawa dan Satu hal yang membuat saya kaget, ternyata harga sembako sangat mahal disana. Hal ini saya ketahui saat membeli cemilan disebuah minimarket untuk dimakan di dermaga. Saat di kasir, saya shock karena jumlah yang harus saya bayar sebanyak Rp.64.000 padahal saya hanya membeli beberapa camilan dan 3 botol air mineral saja. Harga sembako disini memang dua kali lipat dari harga eceran pada umumnya. Tapi tak apalah, maklum saja, disini sangat jarang penjual, hal inilah yang membuat harga barang disini melambung tinggi.
Sesampainya di Dermaga,kami duduk sambil bercerita tentang kekaguman kami terhadap Halmahera Timur. Di sekitar dermaga tampak perahu-perahu nelayan berjejer rapi, rupanya disini adalah tempat parker perahu nelayan setelah usai menangkap ikan. Saat saya melihat kebawah jembatan dermaga, ikan-ikan kecil tak mampu menyembunyikan dirinya dari pandangan mata saya, ikan –ikan itu tak malu –malu untuk menunjukkan tariannya khasnya kepada saya. Sayapun tertawa kecil melihatnya. Tak ingin melewatkan keindahan di dermaga ini, maka kami mengabadikan momen ini dengan berfoto bersama. 

Tak terasa, senja datang gantikan siang, waktu menunjukkan pukul 06:15 sore, sebelum adzan berkumandang, kami kembali ke Hotel untuk menunaikan sholat maghrib. Pukul 7:30 malam,pak Theo kembali menjemput kami di Hotel untuk makan malam bersama Bapak Munadji dari PT. Feni HalTim di RM. Paraikatte. Awalnya saya berharap bahwa di RM.Paraikatte ini akan ada makanan khas HalTim, yakni Pappedang, namun ternyata harapan saya sia-sia. Semua menu yang disajikan sama saja seperti menu makanan yang ada di Makassar. Coto Makassar, sop konro, ikan lalapan dsb. Namun makanan di Paraikatte ini sangat enak, sesuai dengan harganya yang mahal tentunya.


Setelah perut terisi, Pak Theo mengantarkan kami untuk kembali ke Hotel. Tiba di hotel kami tak langsung masuk ke kamar, namun langsung menuju teras belakang hotel untuk menikmati deburan ombak dimalam hari sambil bercengkrama dan merasakan angin pantai yang berbau khas . Malam itu, bintang –bintang bertaburan disekitar bulan yang cahayanya terbias sampai ke permukaan air laut yang membuatnya terlihat berkilauan. Malam itu kami habiskan dengan bercerita panjang lebar hingga waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, kami kembali ke kamar masing-masing dan tertidur dengan ditemani suara ombak di malam yang hening itu dan cerita hari pertama di Buli sungguh sangat mengagumkan, kekaguman itu yang membawa kami kedalam mimpi, mimpi yang indah di pesisir Buli.

Hari kedua
“Tulilulit…Tulilulit” alarmku berbunyi seperti hari biasanya, saya melihat ke jam di handphone, ternyata sudah jam 04:40 pagi. Saya bergegas bangun dan mengambil air wudhu untuk sholat subuh. Setelah selesai sholat subuh, tak lupa kubangunkan kak Dede untuk sholat, namun kak Dede enggan mengangkat tubuhnya dari kasur, ia berbicara kepada saya dengan mata tertutup “ Disini sholatnya subuhnya jam 5:30 ,dek.” Katanya.
Dan benar saja, tak lama setelah itu, berkumandanglah adzan subuh, sayapun tertawa kecil. Saya lupa kalau Waktu Indonesia Timur dan Waktu Indonesia Tengah berbeda satu jam. Setelah itu, saya memutuskan untuk melanjutkan tidurku dan bangun pukul 06.00 pagi. Kusibak gorden kamar dan melihat keluar jendela, ternyata masih gelap, saya tidur kembali dan bangun setengah jam berikutnya, diluar Nampak mulai remang-remang, burung-burung mulai berkicau ditemani alunan suara ombak yang tak pernah berhenti dari kemarin. Saya bangun, mandi dan bersiap-siap untuk sosialisasi di SMA dan SMK di Kota Maba.
Pukul 07:00 pagi, mobil Pak Herman yang dipakai kemarin kembali menjemput kami di Hotel, perjalanan kami berlima pun dimulai. Sebelum berangkat sosialisasi di Kota Maba, kami menjemput kak Rudi di Mess nya yang berjarak 200 meter dari hotel. Karena arah mess berlawanan arah dengan kota Maba, maka mobilpunn melaju ke arah hotel kembali.
Di tengah perjalanan kami mendapati tiga anak SD GMIH Buli berdiri di tengah jalan sambil melambaikan tangan. Mobilpun terus berjalan karena kami tak memahami kode dari anak laki-laki tersebut, kami mengira bahwa anak itu terlambat dan dilarang mengikuti upacara, ternyata pikiran kami salah dan  kemudian anak itu berkata “ Hee..Upacaraaa !” lengkap dengan logat khasnya yang kemudian disusul oleh beberapa orang tua siswa yang berada di samping sekolah untuk melihat anaknya melaksanakan upacara bendera “ Hey,Upacara kau main lewat-lewat saja!” teriak orang tua tersebut dengan nada marah.
Satu hal  yang membuat saya tercengang dan sangat terharu, bahwa di Halmahera Timur, ketika upacara bendera, semua kendaraan ditahan agar tidak melewati jalan dekat lapangan, rasa nasionalis merekalah yang menuntun mereka melakukan hal ini. Demi rasa hikmat dan hormat pada pahlawan, seperti itu. Baru kali ini saya mendapati hal seperti itu, bahkan mungkin di kampung halamanku, Luwu Timur tidak ada dan tak pernah terjadi. At least, Indonesia ternyata masih punya cikal bakal pemimpin yang tertib, nasionalis, dan mengagungkan bendera merah putih.
Setelah melewati sekolah SD itu, kami bertujuh, saya, kak Syarif,Kak Rudi, kak Dede, kak Amir kak Ono dan Pak Herman sontak ketawa,bukan karena mobil kami diberhentikan, tapi karena logat unik anak laki-laki tadi saat mencoba menghentikan kami. Ekspresinya yang datar, lengkap dengan bedak yang menempel diwajahnya sehingga wajah dan lehernya Nampak kontras, satu lagi, karena logatnya saat bilang “ Hee..Upacaraaa !” sungguh, patotoai betul kami bertujuh.
Di awal perjalanan, kami merasa senang, ternyata jalanan beraspal,mulus dan kanan kiri terdapat rumah warga. Namun 20 menit setelah itu, kami dikejutkan oleh jalanan mendaki dan yang lebih mengejutkan lagi, jalanan bukan aspal melainkan kerikil, terkadang juga berlumpur. “ Oh, apakah kita akan ber off-road?” batinku. 
Benar saja, satu jam kedepan kami akan melewati jalanan bergelombang,berkerikil, naik turun gunung dan berlumpur ditambah mobil berkecepatan tinggi. Bisa dibayangkan, bagaimana caranya kalau ada orang yang membawa ibu hamil untuk dibawa ke Rumah Sakit pusat yang ada di Kota Maba ? sudahlah jangan dibayangkan, pasti sangat menyeramkan.
Sepanjang perjalanan, rasa pusingpun mulai muncul, namun rasa pusing itu hilang seketika, saat mendengar lagu “Bentor” ciptaan anak muda Halmahera yang sangat lucu jika didengar. Tak hanya itu, saat melihat ke kiri jalan, terpampanglah pulau-pulau kecil dan pantai yang terlihat dari atas gunung. Sungguh indah, rasa lelahpun terbayar dengan pemandangan yang memukau sepanjang perjalanan menuju kota Maba.
Satu jam telah berlalu, kami belum sampai di kota Maba namun kami sudah bertemu dengan jalan aspal kembali, bahagia rasanya. “ Pak Herman, kita sudah dekatkah?” kata kak Syarif yang meniru logat Halmahera Timur.
“Sebentar lagi sampai sudah.” Balas pak Herman dengan logat yang sama. Benar saja, kurang lebih sepuluh menit kami sampai di kota Maba, pusat pemerintahan di Halmahera Timur. Jangan berpikir bahwa disini ramai seperti kota, karena disini lebih sepppppppppppppppi dari Buli. 
Beberapa menit kemudian, sampailah kami di kantor dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Halmahera Timur, kami disambut oleh bapak kepala dinas, bapak Ubaip yang sangat ramah. Perizinan tentang sosialisasi bimbingan belajar iNstyd pun berjalan mulus. Karena kami suka mengabadikan momen, maka kami berfoto bersama bapak kepala dinas, pak Ubaip dan para staff nya
.
Tak hanya sampai situ saja, kami lalu meluncur ke sekolah pertama untuk sosialisasi. SMAN 5 Haltim mendapat giliran pertama untuk disosialisasi, sekolah sederhana yang dipimpin oleh bapak Esa, dan memiliki 70 siswa kelas 3. Mereka sangat antusias dalam mengikuti sosialisasi ini, hanya saja banyak yang malu-malu untuk bertanya.
Usai dari SMAN 5, kami bergegas menuju SMKN 1 Haltim yang berada tepat didepan SMAN 5. Tak seberuntung seperti sekolah pertama, sampai di SMK ternyata banyak siswanya yang sudah pulang. Tercatat hanya 17 siswa saja yang hadir dalam sosialisasi hari itu, namun mereka terlihat sangat antusias. lelah hari ini terbayar dengan suksesnya sosialisasi dan  pemandangan yang luar biasa menawannya. Diperjalanan pulang, kami berenam tertidur meskipun jalanan bergelombang. Yang pastinya pak Herman tetap nyetir dong ya…
Sampai di Hotel kami beristirahat dan berencana untuk memancing di dermaga, namun rencana itu batal karena tak ada pancing saat itu. Malamnya kami berjalan-jalan untuk mencari warung makan didekat dermaga untuk mengisi perut yang keroncongan. Warung Fadhila menjadi tujuan kami, Cukup membayar Rp. 10000 untuk satu porsi nasi campur, makanan yang sederhana dan harga yang cukup terjangkau.
Kenyang dengan nasi campur ala warung Fadhila, kami berjalan mengitari pesisir pantai dan menemukan pasar malam yang menjual buah,sayur-sayuran,dan perabot rumah tangga. Tak hanya itu kami menemukan penjual besi putih khas Halmahera yang berwujud kalung,cincin dan gelang. Sayangnya, tak banyak pilihan karena hanya ada satu penjual. Namun Kak Syarif membeli satu cincin untuk disematkan di jari manisnya dengan harga yang cukup terjangkau, yakni Rp.60.000. Usai berjalan-jalan, kami kembali ke Hotel dan beristirahat dan mempersiapkan diri untuk sosialisasi di 3 sekolah di Subaim,dan 1 sekolah si Lolobata.

Hari ketiga
Hari kedua sosialisasi kami berangkat jam 08:00 pagi untuk menuju Subaim, sebuah kampong transmigrasi dimana disanalah pusat pertanian di Halmahera Timur. Buah-buahan dan sayuran di HalTim ditanam di Subaim yang mayoritas masyarakatnya adalah transmigran dari Jawa. Jadi, segala keperluan pangan disuplay dari Subaim, itu juga yang menjadi alas an mengapa harga sandang pangan di Halmahera sangatlah mahal. Karena sumber sandang pangannya hanya bertitik pada satu lokasi saja. Meskipun tanah disini sangat subur dan cocok dipakai untuk lahan pertanian, namun tak banyak yang memanfaatkan lahan pekarangan rumah atau kebunnya untuk ditanami tanaman yang bermanfaat (pangan).
Untuk sosialisasi di Subaim, kami diantar oleh Pak Herman. Waktu perjalanan menuju Subaim diperkirakan berkisar antara 1 jam 30 menit. Perjalanan yang cukup lama, tapi jalanan beraspal. Hanya beberapa titik tertentu saja yang aspalnya rusak, namun perjalanan menuju Subaim sangatlah ekstrim, kami harus melewati jembatan miring yang hampir patah dan hamper jatuh ke sungai. Untuk melewati jembatan itu, kami diharuskan menahan nafas sampai di seberang. Jalanan menurun dan mendaki menambah keekstriman tersendiri pada sosialisasi hari ini, ditambah lagi Pak Herman nyetirnya super balap. Bukan hanya itu saja,  di sebelah kiri jalan terdapat jurang yang curam dan sangat menakutkan, dan lagi-lagi pemandangan indahpun mengiringi kami sampai di Subaim. Anggrek tanah berwarna ungu dan pohon-pohon tinggi menjadi santapan mata ketika melihat ke sisi kanan jalan.
Puas terombang-ambing didalam mobil, kami sampai di SMA 2 Haltim dan melaksanakan sosialissasi disana yang kemudian dilanjutkan ke SMA 1 Muhammadiyah dan SMK 1 Muhammadiyah yang berada satu kawasan. Alhamdulillah guru dan para siswa sangat antusias.
Pukul 11.00  tepat kami selesai melsayakan sosialisasi di dua sekolah itu dan kemudian melanjutkan perjalanan ke SMAN 6 yang berada di Lolobata. 1 jam perjalanan akhirnya kami sampai di tujuan. Sampai disana, siswa-siswi disana sudah berkumpul di sebuah ruangan, mereka sangat antusias mendengar sosialisasi dan berbagai macam pertanyaan menarikpun muncul.

“ Apa kepedulian kaka masalah pendidikan.” Kata seorang siswa dengan logat khasnya.
Lalu, kak Syarif menjelaskannya mengenai iNstyd yang peduli masalah pendidikan di Halmahera Timur secara detail. Selang beberapa lama diskusi dikelas mengenai sosialisasipun usai. Pukul 02.00 siang Kami melanjutkan perjalanan untuk mencari rumah makan, namun kami hanya menemukan penjual jagung rebus di Lolobata. Kami piker jangung yang dijual adalah jagung rebus muda, ternyata jagung tua dan rasanyapun anyep. 
Diperjalanan mencari rumah makanpun diwarnai dengan keunikan, tiba-tiba ada sekelompok orang bertopeng menyeramkan menghadang kami. Mereka memakai bamboo yang telah disuwir-suwir pada ujungnya, bamboo itu digunakan  untuk mengetuk kaca jendela mobil dan berteriak-teriak “Hihihihihihiih.” Sangat menyeramkan suara itu sampai-sampai saya ketakutan dan dengan segera menutup kaca jendela.
Rupanya, sekelompok orang bertopeng itu sedang melakukan penggalangan dana untuk merayakan maulid nabi. Sangat unik,mereka menamakan ini sebagai Belo-belo Cukaiba. Mereka mengenakan topeng dari kayu berbentuk memanjang sampai leher yang kemudian diwarnai menggunakan cat hitam,putih dan merah serta rambut yang terbuat dari ijuk yang disanggul tinggi diatas kepala, hal ini tentunya menambah keseraman tersendiri jika melihat belo-belo cukaiba ini secara langsung. Tak ingin melewatkan keunikan ritual belo-belo ini, kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama bersama PemBelo. Meskipun takut, tapi saya tak ingin melewatkan momen ini begitu saja. Maka jadilah foto kami bersama Belo-belo Cukaiba, adat Lolobata dalam menyambut Maulid Nabi.

Puas berfoto bersama Belo-belo cukaiba, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari Rumah makan untuk makan siang, setelah itu kami mencari masjid untuk menunaikan sholat Dzuhur. Tak jauh dari Rumah makan Barokah, akhirnya kami menemukan masjid di Subaim, tempat dimana kami melaksanakan sosialisasi pagi tadi. 
Perjalanan kami hari ini usai sudah,kami kembali ke Buli dan beristirahat di Hotel. Tak lupa, kami berencana mancing di Dermaga, namun lagi –lagi kami gagal mancing karena pancing yang dijanjikan kak Rudi tak datang juga.
Malamnya, kami mencari makan malam lagi, kami berjalan menyusuri pasar malam yang ada di sekitar hotel. Sebelum makan malam, kami menyempatkan diri untuk singgah ditempat penjual cincin dan gelang besi putih. Disana kami membeli beberapa cincin untuk dijadikan oleh-oleh untuk keluarga kami tentunya. Puas berbelanja, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari warung makan dan makan dengan lahap disana. Benar – benar lelah hari ini, namun semua itu terbayar oleh perjalanan kami yang sangat berarti hari ini.

Hari keempat
Hari ini adalah hari terakhir kami berada di Halmahera Timur. Masih ada dua sekolah yang belum terkena giliran di sosialisasi. Pukul 07:00 pagi, kami berangkat ke SMAN 1 Buli dan diantar oleh pak Toni. Hanya 500 meter saja, kami sampai di sekolah dan melaksanakan sosialisasi disana. Tak jauh berbeda dari sekolah-sekolah lain, mereka sangat menghargai orang  yang sedang berbicara didepan kelas. Tak ada keributan apalagi kegaduhan dikelas, mereka tenang dan antusias dalam menerima sosialisasi kami. Berbagai macam pertanyaanpun muncul hari ini, banyak diantara mereka yang menganggap bahwa iNstyd adalah kampus. Kami tertawa saat mendengarnya, tapi kami mengaminkan semua itu.
30 menitpun usai, kami harus melanjutkan perjalanan ke SMK Pertambangan, namun saya, kak Amir dan Kak Ono tak ikut kesana, Kak Syarif, Kak Rudi dan Kak Dede lah yang meluncur kesana. Karna jarak Sekolah dan Hotel cukup dekat, Kami pulang dengan berjalan kaki. Awalnya kami bertiga berniat naik bentor, namun niat itu kami urungkan karena satu bentor bertiga, sudah jelas kaK Amir dan Kak Ono tidak sanggup memangku saya. Ya sudahlah, jalan kaki, sehat. Sembari menunggu Kak Syarif,Kak Rudi dan Kak Dede selesai sosialisasi di SMK Pertambangan, kami ganti baju dan siap-siap ke Bandara. Maklumlah, baju iNstyd yang kami kenakan sudah tiga hari tak dicuci. Sekitar 20 menit, yang ditunggu –tunggu akhirnya datang juga. Kami memasukkan semua barang ke bagasi mobil dan meluncur ke Mess PT.ANTAM untuk makan siang bersama Pak Munadji. Mess ini berbentuk rumah panggung,yang terletak dipesisir pantai. Ketika kita berada diteras depan, maka kita langsung melihat pantai dan pulau-pulau, tak jauh berbeda dengan Hotel yang kami tempati. 

Usai makan siang, lagi-lagi kami tak ingin melewatkan momen bersama pak Munadji. Kami berfoto bersama. Sesi foto-foto usai,kami bersegera menuju bandara dan terbang menggunakan pesawat Wings Air. Sekitar 30 menit kami sampai di Bandara Sultan Babullah Ternate, kami transit selama 20 menit yang kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan pesawat Sriwijaya untuk kembali ke Makassar. Perjalanan empat hari di Halmahera sungguh  sangat mengesankan, merajut sebuah kenangan, yang kami abadikan lewat tulisan dan gambar, sehingga kenangan itu tak putus, kenangan itu terajut dalam ingatan. Ingatan tentang negeri yang kaya dan nasionalis. Negeri yang menawan dan membuat kami enggan untuk melupakannya.
@ddtia_ 







MENGINTIP KOLAKA UTARA


gambar: sultrakini,com

Holaa…… belum lama ini saya habis jalan-jalan ke Sulawesi Tenggara bareng keluarga saya, tepatnya di Kolaka Utara . Sebuah kabupaten kecil di pesisir pantai yang berseberangan dengan kota Kendari.  dan keindahan Kolaka Utara tidak diragukan lagi. Hamparan laut biru dan pulau-pulau kecil terpampang nyata dari puncak gunung Kolaka Utara. Bukan hanya itu,  Kebun Cengkeh menancap kuat dipucuk gunung, membuat saya menerawang jauh dalam ingatan saya tentang Semarang, kampong Ibu saya yang notabene disana adalah penghasil cengkeh yang cukup besar.
Bukan hanya kebun cengkeh, disana saya ngiler disepanjang jalan.  Karena apa? Disana banyak Langsat,Durian dan pastinya Rambutan. Yang mirisnya disana Rambutan seperti buah yang tidak berharga, buah memerah dan rontok dengan sendirinya. “ Dih, coba dikampungku, kuning sedikit saja langsung disikat.” Kataku dalam hati.
Saya memulai perjalanan dari Tomoni. Perjalanan dari Tomoni ke Kolaka Utara sangatlah melelahkan namun mengesankan. 6 jam perjalanan sempat membuat saya sering mengoles balsem ke jidat, leher, perut dan hidung saya. Yak….saya mual ! itu karena eh karena, jalanan menuju Kolaka Utara ekstrim benjet bok. Swing…swingggg belokannya setajam silet, tanjakannya hamper vertical, dih seremm….tapi saya nggak kapok. Saya masih mau menjelajahi Kolaka Utara dan kota sekitarnya karena menurut prediksi saya, Kolaka Utara beberapa tahun kedepan bakal maju dan tambah keren. Apalagi jalan Tolnya hamper rampung.
 Jadi Kolaka Utara menawarkan dua jalan yang berbeda dan memiliki pemandangan yang berbeda setiap jalannya. Jika  kita memilih lewat jalan gunung seperti yang saya lewati, ekstrimnya jalan membuat adrenalin kita akan berpacu dengan dahsyatnya, bukan hanya itu saja pemandangan Kebun cengkeh, kebun rambutan, langsat, durian dan cokelat bisa kita lihat dengan dekat dan yang pasti pemandangan laut biru dan pulau-pulau kecil yang bisa kita lihat dari atas gunung. Dih dahsyat….
Alternative jalan kedua yaitu jalan tol yang sebentar lagi akan jadi. Nah, kalau kita melewati jalan tol ini, pemandangan yang disuguhkan adalah full LAUTTTTTT. Yak, masjid agungnya yang super megah dan super keren, belum lagi anjungannya yang cetar membahana, belum jadi sih tapi udah keliatan kerennya. dermaga, perahu nelayan dan pulau-pulau bisa kita lihat dengan dekat, belum lagi semilir angin yang membuat kita tak lagi menyalakan AC Mobil. Satu lagi deh yang paling keren, Sunsetnya. Sunsetnya katanya sih keren, tapi sayang waktu saya kesana pas lagi mendung, jadi gak dapet momen sunsetnya. Lain kali harus dapet momen itu..harusss
Kolaka bener-bener bikin saya berdecak kagum. Betapa indahnya negeri ini. Keindahan akan kita dapatkan jika kita keluar Dari zona nyaman kita. Misalnya nih ya, buat kamu-kamu yang nafasnya habis  di kota gede, bisa deh jalan-jalan ke tempat-tempat yang berbeda dari apa yang biasa kamu kunjungi, salah satunya Kolaka Utara. Dijamin gak bakal nyesel. Kalau kamu pengen dapat kedua sensasi jalan Kolaka Utara, berangkatnya kamu lewat jalan gunung, pulangnya lewat jalan tol deh, jadi gak ada momen yang tersia-siakan, apalagi kalau kamu bisa ketemu sunsetnya disana, siapin kamera deh buat kenang-kenangan hehhe.
Tapi nih ya, saya sarankan buat kamu yang pengen jalan-jalan ke Kolaka Utara, lebih baik bawa bekal sendiri dari rumah. Karena yaaaaaa….kuliner di Kolaka gak cukup bagus buat kamu yang punya selera kuliner yang tinggi, seperti saya tentunya hahahah *narsis*. Yak..jadi yaaa…beberapa kali singgah dijalan buat makan di rumah makan, yang ada disana tuh Makanannya rasa garam semua, ASIN.
Nah, kecintaan saya akan mie ayam diuji disini. Saat diperjalanan pulang, kami dilanda kelaparan yang mahadahsyat, dan akhirnya kami memutuskan untuk makan dirumah makan yang ada diperwakilan BUS antar provinsi yang saya lupa nama perwakilannya. Disana ramai sekali, ya iyalah namanya juga perwakilan bus. Nah, karena ramai, singgahlah di rumah makan itu. “ Kalau di warung makan banyak orangnya, berarti makanannya enak.” Adalah kata-kata yang muncul dari mulut bibi saya. Ada benernya juga sih kalimat itu, tapi itu gak cocok buat diterapin di Kolaka. Banyak orang sih banyak orang, tapi banyak orang bukan karena makan, tapi karena mau naik bus buat ke provinsi lain. Dan penampakan rumah makan disana juga gak kayak rumah makan lain, dan tampangnya tidak meyakinkan disebut rumah makan. Habisnya sepi banget, Cuma ada satu orang yang makan, kasian juga sih. Yaudah saya pesen mie ayam deh tu, meskipun gak yakin juga kalau disana jual mie ayam. Yaweslah, setelah beberapa menit menunggu, datanglah  mie ayam ala kolaka utara. Yakkk..yang dating adalah mie instan yang entah merk apa, karena saya tidak mengenali rasa mie instan itu.jadi nih ya, mie ayam Kolaka itu adalah mie instan yang dicampur dengan suwiran kulit ayam yang digoreng, yang entah juga sudah berapa kali dihangatkan. Rasanya gak jelas gitu, saya cicip sedikit dan rasanya lagi-lagi rasa garam. Yasudahlah..saya gak jadi makan dan merelakan uang Rp. 10000 untuk semangkuk mie ayam itu dan saya letakkan kembali mangkuk berisi mie ayam ala Kolaka itu dengan perasaan tidak rela “ Antara lapar dan darah tinggi kalau makan mie ayam itu.”  Oke, kami pulang dengan perut hampa.
Kamu pasti penasaran kan sama Kolaka Utara kayak apa? Tapi sayangnya foto-fotonya ketinggalan di kampong saya.  Lain kali bakal saya post kok. Tapi nih ya, buat kamu yang pengen berpetualang seru, Kolaka Utara bisa jadi pilihan buat kamu yang pengen ngabisin liburan. Jangan takut, disana ada hotel yang sangat strategis, tepatnya dipusat kota Kolaka Utara, dan gak jauh dari pantainya. Oh iya, denger-denger disana juga ada laut yang airnya pertemuan dari air asin dan air tawar, dan anehnya kedua air itu tetap dengan rasanya masing-masing. Tapi saya gak sempet buat ngeliat itu sih, soalnya waktu itu ada urusan yang urgent buat diselesaikan. Jadi yang saya nikmati adalah yang sudah saya sebutkan diatas. Yaudah deh, daripada kamu penasaran sama kota yang satu ini, buruan cek celengan, dan segera meluncur kesana. Jangan lupa, bawa bekal ya, biar perut kamu mendapatkan haknya untuk makan enak hehehhe. Tapi nih ya, belum tau juga dengan kuliner di pusat kotanya Kolaka Utara, sempet aja ada yang enak, cobain deh, habis itu certain ke saya. Eh satu lagi, kamu harus coba es Teler depan Kodam Kolaka Utara, enak disana, seger, cobain, buruan Oke okee..babayyy… mmwahh.
@ddtia_