Hari
pertama
Tepat pukul 01:10 siang
WIT saya,kak Syarif,kak Rudi,Kak Dede,Kak Amir dan Kak Ono mendarat di Bandara
Buli dengan menggunakan pesawat Wings Air, setelah sebelumnya kami transit di bandara
Sultan Babullah Ternate pada pukul 8:30 pagi waktu setempat untuk Transit dari perjalanan kami dari
Makassar.
Setibanya di Bandara
Buli, kami dijemput oleh Pak Theo dari PT.FENI HALTIM. Setelah itu, Kak Syarif
mencari mobil sewa untuk mengantar kami
ke Hotel untuk menginap. Sepanjang perjalanan, rasa penasaran terus
bergelayut didalam pikiran saya. Apakah cerita – cerita tentang Halmahera yang
saya dapatkan dari internet itu benar bahwa Halmahera Timur itu indah, ternyata
itu salah! Faktanya, Halmahera Timur sangat sangat sangat sangat indaaaah.
Gugusan pulau di sekitar Halmahera Timur menyambut kedatangan kami dan membuat
pemandangan menjadi sangat eksotik ditambah pantai dengan airnya yang jernih
dan berwarna kebiruan serta hutan murni hasil estetika ilahi. Alami dan belum
terjamah oleh tangan-tangan jahil manusia,meskipun disini banyak perusahaan
tambang.
Hal ini tentunya
membuat saya berdiri mamatung karena kagum dan bersyukur atas kesempatan untuk
mengunjungi pulau indah nan kaya seperti Halmahera Timur ini. pulau yang
memiliki 27 jenis burung khas, pulau yang kaya akan potensi alam dan budaya
yang memukau. Bukan hanya itu, di Halmahera Timur juga terdapat sebuah suku
yang sangat terkenal yaitu Suku Togutil atau biasa disebut Suku Tobelo dalam.
Mereka tinggal dihutan dan hanya memakai celana dari kulit pohon persis seperti
suku dayak. Mereka hidup tanpa tersentuh dunia luar, mereka menghabiskan
waktunya dengan bercocok tanam sederhana didalam hutan. Tidak untuk dijual
tentunya, melainkan hanya untuk mengisi perut sehari-hari bersama keluarganya.
Halmahera timur
(HalTim) tidak hanya menyuguhkan pemandangan alam yang indah nan eksotis,
keramahan masyarakat HalTim membuat kami merasa sangat dihargai dan aroma
kekeluargaanpun sangat terasa disini. Saya melihat ke kanan kiri jalan yang
masih asri dan tanpa polusi. Sepanjang perjalanan menuju hotel, kami ditemani
oleh jejeran pohon kelapa yang berada pada sisi kiri jalan dan hutan di sisi
kanan jalan. Indah, bukan?
Setelah menempuh
perjalanan selama 20 menit, akhirnya kami sampai di Buli Beach Hotel dan
disambut oleh resepsionis yang sangat ramah. Buli Beach Hotel sangat sederhana,
hanya 1 lantai namun fasilitas yang ditawarkan tak jauh berbeda dengan hotel
pada umumnya, Springbed,lemari,meja,Televisi,AC tersedia disetiap kamar, namun
bukan hanya itu saja, Buli Beach Hotel juga menyajikan panorama indah ketika
kita berada pada teras belakangnya. Dermaga, perahu-perahu nelayan,pulau-pulau
serta cipratan ombak yang menabrak tembok hotel menjadi nilai plus di hotel
ini. Memang, hotel ini berada tepat di pinggir pantai, tak ayal banyak
wisatawan domestic maupun mancanegara memilih hotel ini untuk menginap.
Setelah itu, kami
beristirahat didalam kamar. Pukul 04:30 Sore kami memutuskan untuk pergi ke
Dermaga yang tak jauh dari Hotel dengan berjalan kaki, banyak hal yang kami
temui disana, mulai dari masyarakatnya yang berkulit eksotis, logat bicaranya
yang terkadang membuat kami tak tahan menahan tawa dan Satu hal yang membuat
saya kaget, ternyata harga sembako sangat mahal disana. Hal ini saya ketahui
saat membeli cemilan disebuah minimarket untuk dimakan di dermaga. Saat di
kasir, saya shock karena jumlah yang harus saya bayar sebanyak Rp.64.000
padahal saya hanya membeli beberapa camilan dan 3 botol air mineral saja. Harga
sembako disini memang dua kali lipat dari harga eceran pada umumnya. Tapi tak
apalah, maklum saja, disini sangat jarang penjual, hal inilah yang membuat
harga barang disini melambung tinggi.
Sesampainya di
Dermaga,kami duduk sambil bercerita tentang kekaguman kami terhadap Halmahera
Timur. Di sekitar dermaga tampak perahu-perahu nelayan berjejer rapi, rupanya
disini adalah tempat parker perahu nelayan setelah usai menangkap ikan. Saat
saya melihat kebawah jembatan dermaga, ikan-ikan kecil tak mampu menyembunyikan
dirinya dari pandangan mata saya, ikan –ikan itu tak malu –malu untuk
menunjukkan tariannya khasnya kepada saya. Sayapun tertawa kecil melihatnya.
Tak ingin melewatkan keindahan di dermaga ini, maka kami mengabadikan momen ini
dengan berfoto bersama.
Tak terasa, senja
datang gantikan siang, waktu menunjukkan pukul 06:15 sore, sebelum adzan
berkumandang, kami kembali ke Hotel untuk menunaikan sholat maghrib. Pukul 7:30
malam,pak Theo kembali menjemput kami di Hotel untuk makan malam bersama Bapak
Munadji dari PT. Feni HalTim di RM. Paraikatte. Awalnya saya berharap bahwa di
RM.Paraikatte ini akan ada makanan khas HalTim, yakni Pappedang, namun ternyata
harapan saya sia-sia. Semua menu yang disajikan sama saja seperti menu makanan
yang ada di Makassar. Coto Makassar, sop konro, ikan lalapan dsb. Namun makanan
di Paraikatte ini sangat enak, sesuai dengan harganya yang mahal tentunya.
Setelah perut terisi,
Pak Theo mengantarkan kami untuk kembali ke Hotel. Tiba di hotel kami tak
langsung masuk ke kamar, namun langsung menuju teras belakang hotel untuk
menikmati deburan ombak dimalam hari sambil bercengkrama dan merasakan angin
pantai yang berbau khas . Malam itu, bintang –bintang bertaburan disekitar
bulan yang cahayanya terbias sampai ke permukaan air laut yang membuatnya
terlihat berkilauan. Malam itu kami habiskan dengan bercerita panjang lebar
hingga waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, kami kembali ke kamar masing-masing
dan tertidur dengan ditemani suara ombak di malam yang hening itu dan cerita
hari pertama di Buli sungguh sangat mengagumkan, kekaguman itu yang membawa
kami kedalam mimpi, mimpi yang indah di pesisir Buli.
Hari
kedua
“Tulilulit…Tulilulit”
alarmku berbunyi seperti hari biasanya, saya melihat ke jam di handphone,
ternyata sudah jam 04:40 pagi. Saya bergegas bangun dan mengambil air wudhu
untuk sholat subuh. Setelah selesai sholat subuh, tak lupa kubangunkan kak Dede
untuk sholat, namun kak Dede enggan mengangkat tubuhnya dari kasur, ia
berbicara kepada saya dengan mata tertutup “ Disini sholatnya subuhnya jam 5:30
,dek.” Katanya.
Dan benar saja, tak
lama setelah itu, berkumandanglah adzan subuh, sayapun tertawa kecil. Saya lupa
kalau Waktu Indonesia Timur dan Waktu Indonesia Tengah berbeda satu jam.
Setelah itu, saya memutuskan untuk melanjutkan tidurku dan bangun pukul 06.00
pagi. Kusibak gorden kamar dan melihat keluar jendela, ternyata masih gelap, saya
tidur kembali dan bangun setengah jam berikutnya, diluar Nampak mulai
remang-remang, burung-burung mulai berkicau ditemani alunan suara ombak yang
tak pernah berhenti dari kemarin. Saya bangun, mandi dan bersiap-siap untuk
sosialisasi di SMA dan SMK di Kota Maba.
Pukul 07:00 pagi, mobil
Pak Herman yang dipakai kemarin kembali menjemput kami di Hotel, perjalanan
kami berlima pun dimulai. Sebelum berangkat sosialisasi di Kota Maba, kami
menjemput kak Rudi di Mess nya yang berjarak 200 meter dari hotel. Karena arah
mess berlawanan arah dengan kota Maba, maka mobilpunn melaju ke arah hotel kembali.
Di tengah perjalanan
kami mendapati tiga anak SD GMIH Buli berdiri di tengah jalan sambil
melambaikan tangan. Mobilpun terus berjalan karena kami tak memahami kode dari
anak laki-laki tersebut, kami mengira bahwa anak itu terlambat dan dilarang mengikuti
upacara, ternyata pikiran kami salah dan
kemudian anak itu berkata “ Hee..Upacaraaa !” lengkap dengan logat
khasnya yang kemudian disusul oleh beberapa orang tua siswa yang berada di
samping sekolah untuk melihat anaknya melaksanakan upacara bendera “
Hey,Upacara kau main lewat-lewat saja!” teriak orang tua tersebut dengan nada
marah.
Satu hal yang membuat saya tercengang dan sangat
terharu, bahwa di Halmahera Timur, ketika upacara bendera, semua kendaraan
ditahan agar tidak melewati jalan dekat lapangan, rasa nasionalis merekalah
yang menuntun mereka melakukan hal ini. Demi rasa hikmat dan hormat pada
pahlawan, seperti itu. Baru kali ini saya mendapati hal seperti itu, bahkan
mungkin di kampung halamanku, Luwu Timur tidak ada dan tak pernah terjadi. At
least, Indonesia ternyata masih punya cikal bakal pemimpin yang tertib,
nasionalis, dan mengagungkan bendera merah putih.
Setelah melewati
sekolah SD itu, kami bertujuh, saya, kak Syarif,Kak Rudi, kak Dede, kak Amir
kak Ono dan Pak Herman sontak ketawa,bukan karena mobil kami diberhentikan,
tapi karena logat unik anak laki-laki tadi saat mencoba menghentikan kami.
Ekspresinya yang datar, lengkap dengan bedak yang menempel diwajahnya sehingga
wajah dan lehernya Nampak kontras, satu lagi, karena logatnya saat bilang “
Hee..Upacaraaa !” sungguh, patotoai betul kami bertujuh.
Di awal perjalanan,
kami merasa senang, ternyata jalanan beraspal,mulus dan kanan kiri terdapat
rumah warga. Namun 20 menit setelah itu, kami dikejutkan oleh jalanan mendaki
dan yang lebih mengejutkan lagi, jalanan bukan aspal melainkan kerikil,
terkadang juga berlumpur. “ Oh, apakah kita akan ber off-road?” batinku.
Benar saja, satu jam
kedepan kami akan melewati jalanan bergelombang,berkerikil, naik turun gunung
dan berlumpur ditambah mobil berkecepatan tinggi. Bisa dibayangkan, bagaimana
caranya kalau ada orang yang membawa ibu hamil untuk dibawa ke Rumah Sakit
pusat yang ada di Kota Maba ? sudahlah jangan dibayangkan, pasti sangat
menyeramkan.
Sepanjang perjalanan,
rasa pusingpun mulai muncul, namun rasa pusing itu hilang seketika, saat
mendengar lagu “Bentor” ciptaan anak muda Halmahera yang sangat lucu jika
didengar. Tak hanya itu, saat melihat ke kiri jalan, terpampanglah pulau-pulau
kecil dan pantai yang terlihat dari atas gunung. Sungguh indah, rasa lelahpun
terbayar dengan pemandangan yang memukau sepanjang perjalanan menuju kota Maba.
Satu jam telah berlalu,
kami belum sampai di kota Maba namun kami sudah bertemu dengan jalan aspal
kembali, bahagia rasanya. “ Pak Herman, kita sudah dekatkah?” kata kak Syarif
yang meniru logat Halmahera Timur.
“Sebentar lagi sampai
sudah.” Balas pak Herman dengan logat yang sama. Benar saja, kurang lebih
sepuluh menit kami sampai di kota Maba, pusat pemerintahan di Halmahera Timur.
Jangan berpikir bahwa disini ramai seperti kota, karena disini lebih sepppppppppppppppi
dari Buli.
Beberapa menit
kemudian, sampailah kami di kantor dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Halmahera Timur, kami disambut oleh bapak kepala dinas, bapak Ubaip yang sangat
ramah. Perizinan tentang sosialisasi bimbingan belajar iNstyd pun berjalan
mulus. Karena kami suka mengabadikan momen, maka kami berfoto bersama bapak
kepala dinas, pak Ubaip dan para staff nya
.
.
Tak hanya sampai situ
saja, kami lalu meluncur ke sekolah pertama untuk sosialisasi. SMAN 5 Haltim
mendapat giliran pertama untuk disosialisasi, sekolah sederhana yang dipimpin
oleh bapak Esa, dan memiliki 70 siswa kelas 3. Mereka sangat antusias dalam
mengikuti sosialisasi ini, hanya saja banyak yang malu-malu untuk bertanya.
Usai dari SMAN 5, kami
bergegas menuju SMKN 1 Haltim yang berada tepat didepan SMAN 5. Tak seberuntung
seperti sekolah pertama, sampai di SMK ternyata banyak siswanya yang sudah
pulang. Tercatat hanya 17 siswa saja yang hadir dalam sosialisasi hari itu,
namun mereka terlihat sangat antusias. lelah hari ini terbayar dengan suksesnya
sosialisasi dan pemandangan yang luar
biasa menawannya. Diperjalanan pulang, kami berenam tertidur meskipun jalanan
bergelombang. Yang pastinya pak Herman tetap nyetir dong ya…
Sampai di Hotel kami
beristirahat dan berencana untuk memancing di dermaga, namun rencana itu batal
karena tak ada pancing saat itu. Malamnya kami berjalan-jalan untuk mencari
warung makan didekat dermaga untuk mengisi perut yang keroncongan. Warung
Fadhila menjadi tujuan kami, Cukup membayar Rp. 10000 untuk satu porsi nasi
campur, makanan yang sederhana dan harga yang cukup terjangkau.
Kenyang dengan nasi
campur ala warung Fadhila, kami berjalan mengitari pesisir pantai dan menemukan
pasar malam yang menjual buah,sayur-sayuran,dan perabot rumah tangga. Tak hanya
itu kami menemukan penjual besi putih khas Halmahera yang berwujud
kalung,cincin dan gelang. Sayangnya, tak banyak pilihan karena hanya ada satu
penjual. Namun Kak Syarif membeli satu cincin untuk disematkan di jari manisnya
dengan harga yang cukup terjangkau, yakni Rp.60.000. Usai berjalan-jalan, kami
kembali ke Hotel dan beristirahat dan mempersiapkan diri untuk sosialisasi di 3
sekolah di Subaim,dan 1 sekolah si Lolobata.
Hari
ketiga
Hari kedua sosialisasi
kami berangkat jam 08:00 pagi untuk menuju Subaim, sebuah kampong transmigrasi
dimana disanalah pusat pertanian di Halmahera Timur. Buah-buahan dan sayuran di
HalTim ditanam di Subaim yang mayoritas masyarakatnya adalah transmigran dari
Jawa. Jadi, segala keperluan pangan disuplay dari Subaim, itu juga yang menjadi
alas an mengapa harga sandang pangan di Halmahera sangatlah mahal. Karena
sumber sandang pangannya hanya bertitik pada satu lokasi saja. Meskipun tanah
disini sangat subur dan cocok dipakai untuk lahan pertanian, namun tak banyak
yang memanfaatkan lahan pekarangan rumah atau kebunnya untuk ditanami tanaman
yang bermanfaat (pangan).
Untuk sosialisasi di
Subaim, kami diantar oleh Pak Herman. Waktu perjalanan menuju Subaim diperkirakan
berkisar antara 1 jam 30 menit. Perjalanan yang cukup lama, tapi jalanan
beraspal. Hanya beberapa titik tertentu saja yang aspalnya rusak, namun
perjalanan menuju Subaim sangatlah ekstrim, kami harus melewati jembatan miring
yang hampir patah dan hamper jatuh ke sungai. Untuk melewati jembatan itu, kami
diharuskan menahan nafas sampai di seberang. Jalanan menurun dan mendaki
menambah keekstriman tersendiri pada sosialisasi hari ini, ditambah lagi Pak
Herman nyetirnya super balap. Bukan hanya itu saja, di sebelah kiri jalan terdapat jurang yang
curam dan sangat menakutkan, dan lagi-lagi pemandangan indahpun mengiringi kami
sampai di Subaim. Anggrek tanah berwarna ungu dan pohon-pohon tinggi menjadi
santapan mata ketika melihat ke sisi kanan jalan.
Puas terombang-ambing
didalam mobil, kami sampai di SMA 2 Haltim dan melaksanakan sosialissasi disana
yang kemudian dilanjutkan ke SMA 1 Muhammadiyah dan SMK 1 Muhammadiyah yang
berada satu kawasan. Alhamdulillah guru dan para siswa sangat antusias.
Pukul 11.00 tepat kami selesai melsayakan sosialisasi di
dua sekolah itu dan kemudian melanjutkan perjalanan ke SMAN 6 yang berada di
Lolobata. 1 jam perjalanan akhirnya kami sampai di tujuan. Sampai disana,
siswa-siswi disana sudah berkumpul di sebuah ruangan, mereka sangat antusias
mendengar sosialisasi dan berbagai macam pertanyaan menarikpun muncul.
“ Apa kepedulian kaka
masalah pendidikan.” Kata seorang siswa dengan logat khasnya.
Lalu, kak Syarif
menjelaskannya mengenai iNstyd yang peduli masalah pendidikan di Halmahera
Timur secara detail. Selang beberapa lama diskusi dikelas mengenai
sosialisasipun usai. Pukul 02.00 siang Kami melanjutkan perjalanan untuk
mencari rumah makan, namun kami hanya menemukan penjual jagung rebus di
Lolobata. Kami piker jangung yang dijual adalah jagung rebus muda, ternyata
jagung tua dan rasanyapun anyep.
Diperjalanan mencari
rumah makanpun diwarnai dengan keunikan, tiba-tiba ada sekelompok orang
bertopeng menyeramkan menghadang kami. Mereka memakai bamboo yang telah
disuwir-suwir pada ujungnya, bamboo itu digunakan untuk mengetuk kaca jendela mobil dan
berteriak-teriak “Hihihihihihiih.” Sangat menyeramkan suara itu sampai-sampai
saya ketakutan dan dengan segera menutup kaca jendela.
Rupanya, sekelompok
orang bertopeng itu sedang melakukan penggalangan dana untuk merayakan maulid
nabi. Sangat unik,mereka menamakan ini sebagai Belo-belo Cukaiba. Mereka
mengenakan topeng dari kayu berbentuk memanjang sampai leher yang kemudian
diwarnai menggunakan cat hitam,putih dan merah serta rambut yang terbuat dari
ijuk yang disanggul tinggi diatas kepala, hal ini tentunya menambah keseraman
tersendiri jika melihat belo-belo cukaiba ini secara langsung. Tak ingin
melewatkan keunikan ritual belo-belo ini, kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama
bersama PemBelo. Meskipun takut, tapi saya tak ingin melewatkan momen ini
begitu saja. Maka jadilah foto kami bersama Belo-belo Cukaiba, adat Lolobata
dalam menyambut Maulid Nabi.
Puas berfoto bersama
Belo-belo cukaiba, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari Rumah makan untuk
makan siang, setelah itu kami mencari masjid untuk menunaikan sholat Dzuhur.
Tak jauh dari Rumah makan Barokah, akhirnya kami menemukan masjid di Subaim,
tempat dimana kami melaksanakan sosialisasi pagi tadi.
Perjalanan kami hari
ini usai sudah,kami kembali ke Buli dan beristirahat di Hotel. Tak lupa, kami
berencana mancing di Dermaga, namun lagi –lagi kami gagal mancing karena
pancing yang dijanjikan kak Rudi tak datang juga.
Malamnya, kami mencari
makan malam lagi, kami berjalan menyusuri pasar malam yang ada di sekitar
hotel. Sebelum makan malam, kami menyempatkan diri untuk singgah ditempat
penjual cincin dan gelang besi putih. Disana kami membeli beberapa cincin untuk
dijadikan oleh-oleh untuk keluarga kami tentunya. Puas berbelanja, kami
melanjutkan perjalanan untuk mencari warung makan dan makan dengan lahap
disana. Benar – benar lelah hari ini, namun semua itu terbayar oleh perjalanan
kami yang sangat berarti hari ini.
Hari
keempat
Hari ini adalah hari
terakhir kami berada di Halmahera Timur. Masih ada dua sekolah yang belum
terkena giliran di sosialisasi. Pukul 07:00 pagi, kami berangkat ke SMAN 1 Buli
dan diantar oleh pak Toni. Hanya 500 meter saja, kami sampai di sekolah dan melaksanakan
sosialisasi disana. Tak jauh berbeda dari sekolah-sekolah lain, mereka sangat
menghargai orang yang sedang berbicara
didepan kelas. Tak ada keributan apalagi kegaduhan dikelas, mereka tenang dan
antusias dalam menerima sosialisasi kami. Berbagai macam pertanyaanpun muncul
hari ini, banyak diantara mereka yang menganggap bahwa iNstyd adalah kampus.
Kami tertawa saat mendengarnya, tapi kami mengaminkan semua itu.
30 menitpun usai, kami
harus melanjutkan perjalanan ke SMK Pertambangan, namun saya, kak Amir dan Kak
Ono tak ikut kesana, Kak Syarif, Kak Rudi dan Kak Dede lah yang meluncur
kesana. Karna jarak Sekolah dan Hotel cukup dekat, Kami pulang dengan berjalan
kaki. Awalnya kami bertiga berniat naik bentor, namun niat itu kami urungkan
karena satu bentor bertiga, sudah jelas kaK Amir dan Kak Ono tidak sanggup
memangku saya. Ya sudahlah, jalan kaki, sehat. Sembari menunggu Kak Syarif,Kak
Rudi dan Kak Dede selesai sosialisasi di SMK Pertambangan, kami ganti baju dan
siap-siap ke Bandara. Maklumlah, baju iNstyd yang kami kenakan sudah tiga hari
tak dicuci. Sekitar 20 menit, yang ditunggu –tunggu akhirnya datang juga. Kami
memasukkan semua barang ke bagasi mobil dan meluncur ke Mess PT.ANTAM untuk
makan siang bersama Pak Munadji. Mess ini berbentuk rumah panggung,yang
terletak dipesisir pantai. Ketika kita berada diteras depan, maka kita langsung
melihat pantai dan pulau-pulau, tak jauh berbeda dengan Hotel yang kami
tempati.
Usai makan siang,
lagi-lagi kami tak ingin melewatkan momen bersama pak Munadji. Kami berfoto
bersama. Sesi foto-foto usai,kami bersegera menuju bandara dan terbang
menggunakan pesawat Wings Air. Sekitar 30 menit kami sampai di Bandara Sultan
Babullah Ternate, kami transit selama 20 menit yang kemudian kami melanjutkan
perjalanan dengan pesawat Sriwijaya untuk kembali ke Makassar. Perjalanan empat
hari di Halmahera sungguh sangat
mengesankan, merajut sebuah kenangan, yang kami abadikan lewat tulisan dan
gambar, sehingga kenangan itu tak putus, kenangan itu terajut dalam ingatan. Ingatan
tentang negeri yang kaya dan nasionalis. Negeri yang menawan dan membuat kami
enggan untuk melupakannya.
@ddtia_
@ddtia_