Minggu, 14 April 2013

Merajut kenangan di Halmahera Timur



Hari pertama
Tepat pukul 01:10 siang WIT saya,kak Syarif,kak Rudi,Kak Dede,Kak Amir dan Kak Ono mendarat di Bandara Buli dengan menggunakan pesawat Wings Air, setelah sebelumnya kami transit di bandara Sultan Babullah Ternate pada pukul 8:30 pagi waktu setempat  untuk Transit dari perjalanan kami dari Makassar.
Setibanya di Bandara Buli, kami dijemput oleh Pak Theo dari PT.FENI HALTIM. Setelah itu, Kak Syarif mencari mobil sewa untuk mengantar kami  ke Hotel untuk menginap. Sepanjang perjalanan, rasa penasaran terus bergelayut didalam pikiran saya. Apakah cerita – cerita tentang Halmahera yang saya dapatkan dari internet itu benar bahwa Halmahera Timur itu indah, ternyata itu salah! Faktanya, Halmahera Timur sangat sangat sangat sangat indaaaah. Gugusan pulau di sekitar Halmahera Timur menyambut kedatangan kami dan membuat pemandangan menjadi sangat eksotik ditambah pantai dengan airnya yang jernih dan berwarna kebiruan serta hutan murni hasil estetika ilahi. Alami dan belum terjamah oleh tangan-tangan jahil manusia,meskipun disini banyak perusahaan tambang.
 
Hal ini tentunya membuat saya berdiri mamatung karena kagum dan bersyukur atas kesempatan untuk mengunjungi pulau indah nan kaya seperti Halmahera Timur ini. pulau yang memiliki 27 jenis burung khas, pulau yang kaya akan potensi alam dan budaya yang memukau. Bukan hanya itu, di Halmahera Timur juga terdapat sebuah suku yang sangat terkenal yaitu Suku Togutil atau biasa disebut Suku Tobelo dalam. Mereka tinggal dihutan dan hanya memakai celana dari kulit pohon persis seperti suku dayak. Mereka hidup tanpa tersentuh dunia luar, mereka menghabiskan waktunya dengan bercocok tanam sederhana didalam hutan. Tidak untuk dijual tentunya, melainkan hanya untuk mengisi perut sehari-hari bersama keluarganya.
Halmahera timur (HalTim) tidak hanya menyuguhkan pemandangan alam yang indah nan eksotis, keramahan masyarakat HalTim membuat kami merasa sangat dihargai dan aroma kekeluargaanpun sangat terasa disini. Saya melihat ke kanan kiri jalan yang masih asri dan tanpa polusi. Sepanjang perjalanan menuju hotel, kami ditemani oleh jejeran pohon kelapa yang berada pada sisi kiri jalan dan hutan di sisi kanan jalan. Indah, bukan?
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, akhirnya kami sampai di Buli Beach Hotel dan disambut oleh resepsionis yang sangat ramah. Buli Beach Hotel sangat sederhana, hanya 1 lantai namun fasilitas yang ditawarkan tak jauh berbeda dengan hotel pada umumnya, Springbed,lemari,meja,Televisi,AC tersedia disetiap kamar, namun bukan hanya itu saja, Buli Beach Hotel juga menyajikan panorama indah ketika kita berada pada teras belakangnya. Dermaga, perahu-perahu nelayan,pulau-pulau serta cipratan ombak yang menabrak tembok hotel menjadi nilai plus di hotel ini. Memang, hotel ini berada tepat di pinggir pantai, tak ayal banyak wisatawan domestic maupun mancanegara memilih hotel ini untuk menginap.
Setelah itu, kami beristirahat didalam kamar. Pukul 04:30 Sore kami memutuskan untuk pergi ke Dermaga yang tak jauh dari Hotel dengan berjalan kaki, banyak hal yang kami temui disana, mulai dari masyarakatnya yang berkulit eksotis, logat bicaranya yang terkadang membuat kami tak tahan menahan tawa dan Satu hal yang membuat saya kaget, ternyata harga sembako sangat mahal disana. Hal ini saya ketahui saat membeli cemilan disebuah minimarket untuk dimakan di dermaga. Saat di kasir, saya shock karena jumlah yang harus saya bayar sebanyak Rp.64.000 padahal saya hanya membeli beberapa camilan dan 3 botol air mineral saja. Harga sembako disini memang dua kali lipat dari harga eceran pada umumnya. Tapi tak apalah, maklum saja, disini sangat jarang penjual, hal inilah yang membuat harga barang disini melambung tinggi.
Sesampainya di Dermaga,kami duduk sambil bercerita tentang kekaguman kami terhadap Halmahera Timur. Di sekitar dermaga tampak perahu-perahu nelayan berjejer rapi, rupanya disini adalah tempat parker perahu nelayan setelah usai menangkap ikan. Saat saya melihat kebawah jembatan dermaga, ikan-ikan kecil tak mampu menyembunyikan dirinya dari pandangan mata saya, ikan –ikan itu tak malu –malu untuk menunjukkan tariannya khasnya kepada saya. Sayapun tertawa kecil melihatnya. Tak ingin melewatkan keindahan di dermaga ini, maka kami mengabadikan momen ini dengan berfoto bersama. 

Tak terasa, senja datang gantikan siang, waktu menunjukkan pukul 06:15 sore, sebelum adzan berkumandang, kami kembali ke Hotel untuk menunaikan sholat maghrib. Pukul 7:30 malam,pak Theo kembali menjemput kami di Hotel untuk makan malam bersama Bapak Munadji dari PT. Feni HalTim di RM. Paraikatte. Awalnya saya berharap bahwa di RM.Paraikatte ini akan ada makanan khas HalTim, yakni Pappedang, namun ternyata harapan saya sia-sia. Semua menu yang disajikan sama saja seperti menu makanan yang ada di Makassar. Coto Makassar, sop konro, ikan lalapan dsb. Namun makanan di Paraikatte ini sangat enak, sesuai dengan harganya yang mahal tentunya.


Setelah perut terisi, Pak Theo mengantarkan kami untuk kembali ke Hotel. Tiba di hotel kami tak langsung masuk ke kamar, namun langsung menuju teras belakang hotel untuk menikmati deburan ombak dimalam hari sambil bercengkrama dan merasakan angin pantai yang berbau khas . Malam itu, bintang –bintang bertaburan disekitar bulan yang cahayanya terbias sampai ke permukaan air laut yang membuatnya terlihat berkilauan. Malam itu kami habiskan dengan bercerita panjang lebar hingga waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, kami kembali ke kamar masing-masing dan tertidur dengan ditemani suara ombak di malam yang hening itu dan cerita hari pertama di Buli sungguh sangat mengagumkan, kekaguman itu yang membawa kami kedalam mimpi, mimpi yang indah di pesisir Buli.

Hari kedua
“Tulilulit…Tulilulit” alarmku berbunyi seperti hari biasanya, saya melihat ke jam di handphone, ternyata sudah jam 04:40 pagi. Saya bergegas bangun dan mengambil air wudhu untuk sholat subuh. Setelah selesai sholat subuh, tak lupa kubangunkan kak Dede untuk sholat, namun kak Dede enggan mengangkat tubuhnya dari kasur, ia berbicara kepada saya dengan mata tertutup “ Disini sholatnya subuhnya jam 5:30 ,dek.” Katanya.
Dan benar saja, tak lama setelah itu, berkumandanglah adzan subuh, sayapun tertawa kecil. Saya lupa kalau Waktu Indonesia Timur dan Waktu Indonesia Tengah berbeda satu jam. Setelah itu, saya memutuskan untuk melanjutkan tidurku dan bangun pukul 06.00 pagi. Kusibak gorden kamar dan melihat keluar jendela, ternyata masih gelap, saya tidur kembali dan bangun setengah jam berikutnya, diluar Nampak mulai remang-remang, burung-burung mulai berkicau ditemani alunan suara ombak yang tak pernah berhenti dari kemarin. Saya bangun, mandi dan bersiap-siap untuk sosialisasi di SMA dan SMK di Kota Maba.
Pukul 07:00 pagi, mobil Pak Herman yang dipakai kemarin kembali menjemput kami di Hotel, perjalanan kami berlima pun dimulai. Sebelum berangkat sosialisasi di Kota Maba, kami menjemput kak Rudi di Mess nya yang berjarak 200 meter dari hotel. Karena arah mess berlawanan arah dengan kota Maba, maka mobilpunn melaju ke arah hotel kembali.
Di tengah perjalanan kami mendapati tiga anak SD GMIH Buli berdiri di tengah jalan sambil melambaikan tangan. Mobilpun terus berjalan karena kami tak memahami kode dari anak laki-laki tersebut, kami mengira bahwa anak itu terlambat dan dilarang mengikuti upacara, ternyata pikiran kami salah dan  kemudian anak itu berkata “ Hee..Upacaraaa !” lengkap dengan logat khasnya yang kemudian disusul oleh beberapa orang tua siswa yang berada di samping sekolah untuk melihat anaknya melaksanakan upacara bendera “ Hey,Upacara kau main lewat-lewat saja!” teriak orang tua tersebut dengan nada marah.
Satu hal  yang membuat saya tercengang dan sangat terharu, bahwa di Halmahera Timur, ketika upacara bendera, semua kendaraan ditahan agar tidak melewati jalan dekat lapangan, rasa nasionalis merekalah yang menuntun mereka melakukan hal ini. Demi rasa hikmat dan hormat pada pahlawan, seperti itu. Baru kali ini saya mendapati hal seperti itu, bahkan mungkin di kampung halamanku, Luwu Timur tidak ada dan tak pernah terjadi. At least, Indonesia ternyata masih punya cikal bakal pemimpin yang tertib, nasionalis, dan mengagungkan bendera merah putih.
Setelah melewati sekolah SD itu, kami bertujuh, saya, kak Syarif,Kak Rudi, kak Dede, kak Amir kak Ono dan Pak Herman sontak ketawa,bukan karena mobil kami diberhentikan, tapi karena logat unik anak laki-laki tadi saat mencoba menghentikan kami. Ekspresinya yang datar, lengkap dengan bedak yang menempel diwajahnya sehingga wajah dan lehernya Nampak kontras, satu lagi, karena logatnya saat bilang “ Hee..Upacaraaa !” sungguh, patotoai betul kami bertujuh.
Di awal perjalanan, kami merasa senang, ternyata jalanan beraspal,mulus dan kanan kiri terdapat rumah warga. Namun 20 menit setelah itu, kami dikejutkan oleh jalanan mendaki dan yang lebih mengejutkan lagi, jalanan bukan aspal melainkan kerikil, terkadang juga berlumpur. “ Oh, apakah kita akan ber off-road?” batinku. 
Benar saja, satu jam kedepan kami akan melewati jalanan bergelombang,berkerikil, naik turun gunung dan berlumpur ditambah mobil berkecepatan tinggi. Bisa dibayangkan, bagaimana caranya kalau ada orang yang membawa ibu hamil untuk dibawa ke Rumah Sakit pusat yang ada di Kota Maba ? sudahlah jangan dibayangkan, pasti sangat menyeramkan.
Sepanjang perjalanan, rasa pusingpun mulai muncul, namun rasa pusing itu hilang seketika, saat mendengar lagu “Bentor” ciptaan anak muda Halmahera yang sangat lucu jika didengar. Tak hanya itu, saat melihat ke kiri jalan, terpampanglah pulau-pulau kecil dan pantai yang terlihat dari atas gunung. Sungguh indah, rasa lelahpun terbayar dengan pemandangan yang memukau sepanjang perjalanan menuju kota Maba.
Satu jam telah berlalu, kami belum sampai di kota Maba namun kami sudah bertemu dengan jalan aspal kembali, bahagia rasanya. “ Pak Herman, kita sudah dekatkah?” kata kak Syarif yang meniru logat Halmahera Timur.
“Sebentar lagi sampai sudah.” Balas pak Herman dengan logat yang sama. Benar saja, kurang lebih sepuluh menit kami sampai di kota Maba, pusat pemerintahan di Halmahera Timur. Jangan berpikir bahwa disini ramai seperti kota, karena disini lebih sepppppppppppppppi dari Buli. 
Beberapa menit kemudian, sampailah kami di kantor dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Halmahera Timur, kami disambut oleh bapak kepala dinas, bapak Ubaip yang sangat ramah. Perizinan tentang sosialisasi bimbingan belajar iNstyd pun berjalan mulus. Karena kami suka mengabadikan momen, maka kami berfoto bersama bapak kepala dinas, pak Ubaip dan para staff nya
.
Tak hanya sampai situ saja, kami lalu meluncur ke sekolah pertama untuk sosialisasi. SMAN 5 Haltim mendapat giliran pertama untuk disosialisasi, sekolah sederhana yang dipimpin oleh bapak Esa, dan memiliki 70 siswa kelas 3. Mereka sangat antusias dalam mengikuti sosialisasi ini, hanya saja banyak yang malu-malu untuk bertanya.
Usai dari SMAN 5, kami bergegas menuju SMKN 1 Haltim yang berada tepat didepan SMAN 5. Tak seberuntung seperti sekolah pertama, sampai di SMK ternyata banyak siswanya yang sudah pulang. Tercatat hanya 17 siswa saja yang hadir dalam sosialisasi hari itu, namun mereka terlihat sangat antusias. lelah hari ini terbayar dengan suksesnya sosialisasi dan  pemandangan yang luar biasa menawannya. Diperjalanan pulang, kami berenam tertidur meskipun jalanan bergelombang. Yang pastinya pak Herman tetap nyetir dong ya…
Sampai di Hotel kami beristirahat dan berencana untuk memancing di dermaga, namun rencana itu batal karena tak ada pancing saat itu. Malamnya kami berjalan-jalan untuk mencari warung makan didekat dermaga untuk mengisi perut yang keroncongan. Warung Fadhila menjadi tujuan kami, Cukup membayar Rp. 10000 untuk satu porsi nasi campur, makanan yang sederhana dan harga yang cukup terjangkau.
Kenyang dengan nasi campur ala warung Fadhila, kami berjalan mengitari pesisir pantai dan menemukan pasar malam yang menjual buah,sayur-sayuran,dan perabot rumah tangga. Tak hanya itu kami menemukan penjual besi putih khas Halmahera yang berwujud kalung,cincin dan gelang. Sayangnya, tak banyak pilihan karena hanya ada satu penjual. Namun Kak Syarif membeli satu cincin untuk disematkan di jari manisnya dengan harga yang cukup terjangkau, yakni Rp.60.000. Usai berjalan-jalan, kami kembali ke Hotel dan beristirahat dan mempersiapkan diri untuk sosialisasi di 3 sekolah di Subaim,dan 1 sekolah si Lolobata.

Hari ketiga
Hari kedua sosialisasi kami berangkat jam 08:00 pagi untuk menuju Subaim, sebuah kampong transmigrasi dimana disanalah pusat pertanian di Halmahera Timur. Buah-buahan dan sayuran di HalTim ditanam di Subaim yang mayoritas masyarakatnya adalah transmigran dari Jawa. Jadi, segala keperluan pangan disuplay dari Subaim, itu juga yang menjadi alas an mengapa harga sandang pangan di Halmahera sangatlah mahal. Karena sumber sandang pangannya hanya bertitik pada satu lokasi saja. Meskipun tanah disini sangat subur dan cocok dipakai untuk lahan pertanian, namun tak banyak yang memanfaatkan lahan pekarangan rumah atau kebunnya untuk ditanami tanaman yang bermanfaat (pangan).
Untuk sosialisasi di Subaim, kami diantar oleh Pak Herman. Waktu perjalanan menuju Subaim diperkirakan berkisar antara 1 jam 30 menit. Perjalanan yang cukup lama, tapi jalanan beraspal. Hanya beberapa titik tertentu saja yang aspalnya rusak, namun perjalanan menuju Subaim sangatlah ekstrim, kami harus melewati jembatan miring yang hampir patah dan hamper jatuh ke sungai. Untuk melewati jembatan itu, kami diharuskan menahan nafas sampai di seberang. Jalanan menurun dan mendaki menambah keekstriman tersendiri pada sosialisasi hari ini, ditambah lagi Pak Herman nyetirnya super balap. Bukan hanya itu saja,  di sebelah kiri jalan terdapat jurang yang curam dan sangat menakutkan, dan lagi-lagi pemandangan indahpun mengiringi kami sampai di Subaim. Anggrek tanah berwarna ungu dan pohon-pohon tinggi menjadi santapan mata ketika melihat ke sisi kanan jalan.
Puas terombang-ambing didalam mobil, kami sampai di SMA 2 Haltim dan melaksanakan sosialissasi disana yang kemudian dilanjutkan ke SMA 1 Muhammadiyah dan SMK 1 Muhammadiyah yang berada satu kawasan. Alhamdulillah guru dan para siswa sangat antusias.
Pukul 11.00  tepat kami selesai melsayakan sosialisasi di dua sekolah itu dan kemudian melanjutkan perjalanan ke SMAN 6 yang berada di Lolobata. 1 jam perjalanan akhirnya kami sampai di tujuan. Sampai disana, siswa-siswi disana sudah berkumpul di sebuah ruangan, mereka sangat antusias mendengar sosialisasi dan berbagai macam pertanyaan menarikpun muncul.

“ Apa kepedulian kaka masalah pendidikan.” Kata seorang siswa dengan logat khasnya.
Lalu, kak Syarif menjelaskannya mengenai iNstyd yang peduli masalah pendidikan di Halmahera Timur secara detail. Selang beberapa lama diskusi dikelas mengenai sosialisasipun usai. Pukul 02.00 siang Kami melanjutkan perjalanan untuk mencari rumah makan, namun kami hanya menemukan penjual jagung rebus di Lolobata. Kami piker jangung yang dijual adalah jagung rebus muda, ternyata jagung tua dan rasanyapun anyep. 
Diperjalanan mencari rumah makanpun diwarnai dengan keunikan, tiba-tiba ada sekelompok orang bertopeng menyeramkan menghadang kami. Mereka memakai bamboo yang telah disuwir-suwir pada ujungnya, bamboo itu digunakan  untuk mengetuk kaca jendela mobil dan berteriak-teriak “Hihihihihihiih.” Sangat menyeramkan suara itu sampai-sampai saya ketakutan dan dengan segera menutup kaca jendela.
Rupanya, sekelompok orang bertopeng itu sedang melakukan penggalangan dana untuk merayakan maulid nabi. Sangat unik,mereka menamakan ini sebagai Belo-belo Cukaiba. Mereka mengenakan topeng dari kayu berbentuk memanjang sampai leher yang kemudian diwarnai menggunakan cat hitam,putih dan merah serta rambut yang terbuat dari ijuk yang disanggul tinggi diatas kepala, hal ini tentunya menambah keseraman tersendiri jika melihat belo-belo cukaiba ini secara langsung. Tak ingin melewatkan keunikan ritual belo-belo ini, kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama bersama PemBelo. Meskipun takut, tapi saya tak ingin melewatkan momen ini begitu saja. Maka jadilah foto kami bersama Belo-belo Cukaiba, adat Lolobata dalam menyambut Maulid Nabi.

Puas berfoto bersama Belo-belo cukaiba, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari Rumah makan untuk makan siang, setelah itu kami mencari masjid untuk menunaikan sholat Dzuhur. Tak jauh dari Rumah makan Barokah, akhirnya kami menemukan masjid di Subaim, tempat dimana kami melaksanakan sosialisasi pagi tadi. 
Perjalanan kami hari ini usai sudah,kami kembali ke Buli dan beristirahat di Hotel. Tak lupa, kami berencana mancing di Dermaga, namun lagi –lagi kami gagal mancing karena pancing yang dijanjikan kak Rudi tak datang juga.
Malamnya, kami mencari makan malam lagi, kami berjalan menyusuri pasar malam yang ada di sekitar hotel. Sebelum makan malam, kami menyempatkan diri untuk singgah ditempat penjual cincin dan gelang besi putih. Disana kami membeli beberapa cincin untuk dijadikan oleh-oleh untuk keluarga kami tentunya. Puas berbelanja, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari warung makan dan makan dengan lahap disana. Benar – benar lelah hari ini, namun semua itu terbayar oleh perjalanan kami yang sangat berarti hari ini.

Hari keempat
Hari ini adalah hari terakhir kami berada di Halmahera Timur. Masih ada dua sekolah yang belum terkena giliran di sosialisasi. Pukul 07:00 pagi, kami berangkat ke SMAN 1 Buli dan diantar oleh pak Toni. Hanya 500 meter saja, kami sampai di sekolah dan melaksanakan sosialisasi disana. Tak jauh berbeda dari sekolah-sekolah lain, mereka sangat menghargai orang  yang sedang berbicara didepan kelas. Tak ada keributan apalagi kegaduhan dikelas, mereka tenang dan antusias dalam menerima sosialisasi kami. Berbagai macam pertanyaanpun muncul hari ini, banyak diantara mereka yang menganggap bahwa iNstyd adalah kampus. Kami tertawa saat mendengarnya, tapi kami mengaminkan semua itu.
30 menitpun usai, kami harus melanjutkan perjalanan ke SMK Pertambangan, namun saya, kak Amir dan Kak Ono tak ikut kesana, Kak Syarif, Kak Rudi dan Kak Dede lah yang meluncur kesana. Karna jarak Sekolah dan Hotel cukup dekat, Kami pulang dengan berjalan kaki. Awalnya kami bertiga berniat naik bentor, namun niat itu kami urungkan karena satu bentor bertiga, sudah jelas kaK Amir dan Kak Ono tidak sanggup memangku saya. Ya sudahlah, jalan kaki, sehat. Sembari menunggu Kak Syarif,Kak Rudi dan Kak Dede selesai sosialisasi di SMK Pertambangan, kami ganti baju dan siap-siap ke Bandara. Maklumlah, baju iNstyd yang kami kenakan sudah tiga hari tak dicuci. Sekitar 20 menit, yang ditunggu –tunggu akhirnya datang juga. Kami memasukkan semua barang ke bagasi mobil dan meluncur ke Mess PT.ANTAM untuk makan siang bersama Pak Munadji. Mess ini berbentuk rumah panggung,yang terletak dipesisir pantai. Ketika kita berada diteras depan, maka kita langsung melihat pantai dan pulau-pulau, tak jauh berbeda dengan Hotel yang kami tempati. 

Usai makan siang, lagi-lagi kami tak ingin melewatkan momen bersama pak Munadji. Kami berfoto bersama. Sesi foto-foto usai,kami bersegera menuju bandara dan terbang menggunakan pesawat Wings Air. Sekitar 30 menit kami sampai di Bandara Sultan Babullah Ternate, kami transit selama 20 menit yang kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan pesawat Sriwijaya untuk kembali ke Makassar. Perjalanan empat hari di Halmahera sungguh  sangat mengesankan, merajut sebuah kenangan, yang kami abadikan lewat tulisan dan gambar, sehingga kenangan itu tak putus, kenangan itu terajut dalam ingatan. Ingatan tentang negeri yang kaya dan nasionalis. Negeri yang menawan dan membuat kami enggan untuk melupakannya.
@ddtia_ 







1 komentar:

  1. Halooo..Saya anty..
    Next Week saya mau ke Haltim juga, bisa share no. Telepon rental mobil? Rental sehari berapa yah budgetnya?.

    Lalu referensi hotelnya nya apa saja..

    Terima kasih sebelumnya..

    BalasHapus